Kepada kamu yang ditakdirkan untuk aku cintai saat
ini, maafkan jemariku yang dengan lancang menulis tentangmu, maafkan hatiku
yang selalu menyukaimu, maafkan otakku yang selalu memikirkanmu, maafkan
bibirku yang selalu riang gembira menyebut namamu, maafkan mataku yang selalu
mencari-cari keberadaanmu, maafkan telingaku yang selalu ingin tahu kabarmu.
Tahukah kau bahwa aku jenuh membisu tentang rasa,
sekarang setidaknya aku bisa bicara lewat aksara. Aku tak berharap banyak,
tidak berharap kau memperhatikanku, tidak berharap kau iba atas aku, bahkan aku
tidak begitu berharap kau membaca surat-suratku. Maafkan kelancanganku dan
aksaraku yang mungkin akan mengganggumu lewat suratku yang pertama hingga
seterusnya.
Aku masih ingat dulu, dulu sekali kau pinta aku
untuk membuatkan surat cinta padamu, lalu apalagi ya? Tak perlu kau jawab, aku
masih ingat setelah itu aku jawab 'iya', namun dengan seribu satu alasan yang
berusaha kau patahkan. Sekarang tagihlah jawabanku itu, kau boleh menagihnya
jika kau ingin. Jika pun kau tak ingin menagihnya maka akan tetap aku bayar,
bukan karena aku merasa memiliki hutang surat padamu, tapi aku rasa ini
kebutuhanku.
Aku butuh akan membuat surat-surat ini karena hanya
lewat aksara-aksara di dalam surat ini aku mampu jelaskan padamu bagaimana
rasaku dan kabar hatiku sekarang. Bagiku kau sangat berarti, aku selalu ingin
kau ada disini walau aku tahu keinginanku itu tak akan pernah kau kabulkan. Kau
butuh tahu bahwa tak akan mungkin pernah ada yang lain di sisiku. Ahh… jika kau
pikir aku berlebihan maka itu terserahmu, aku tak peduli, biarkan aku dengan
seluruh rasaku.
Sekali lagi maafkan segala kelancangan jemariku,
yang terus menerus menuliskan banyak aksara tentangmu dalam surat tanpa kertas
ini. Maafkan aku. Aku masih mencintaimu.
0 komentar:
Posting Komentar