Kepada beberapa korek api yang belum ku hitung
jumlahnya dan yang ada di dalam kotak, namanya kotak korek api. Aku ingin katakana
bahwa aku punya begitu banyak teman, namun kadang aku ragu untuk terus menerus
bercerita pada mereka. Aku takut mereka akan bosan tentunya mendengar ceritaku
yang itu-itu saja. Nyatanya aku juga bosan menceritakan yang itu-itu saja namun
hatiku senang, bibirku tersenyum riang setiap membicarakannya.
Aku ingin bicara padamu tentangnya, sekali ini saja.
Agar teman-temanku tidak bosan mendengar ceritaku yang itu-itu melulu pikir
mereka, namun tak mereka ucapkan. Aku bisa tebak pasti mereka segan dan takut
aku kecewa karena tidak didengarkan. Mungkin telinga mereka telah panas
mendengar ceritanya tentang dia.
Dia itu begini
Dia itu begitu
Dia sukanya ini
Dia paling malas kalau disuruh itu
Korek api? Kau masih dengarkan aku berbicarakan? Aku
tahu kau tak akan dapat dengarkan ceritaku, sebab kau tak punya telinga. Namun
biarkan aku bercerita sendiri. Korek api? Kau kecil, kau ramping, kau rapuh,
terlebih jika terkena api. Kau tidak akan kenapa-napa kecuali tersundut api.
Korek api? Jika kau berdekatan dengan api yang
sedang menari maka kau dengan mudah terbakar sendirian kemudian menjadi abu. Abu
yang tidak akan diperdulikan, dan abu yang hanya akan menatap lurus sang api
yang masih tetap menari. Korek Api? Kau seperti aku.
Mengapa begitu? Biar aku jelaskan padamu wahai korek
api. Hingga kina aku tak apa-apa jika berdekatan pada siapapun, kecuali ketika
aku dekat padanya yang bisa kau perkirakan seolah api. Aku amat mudah terbakar
gelora asmara namun sendirian, gelora asmara itu membakar aku sendiri tanpa
dia. Dan semua hanya menyisahkan aku yang tak berguna, yang hanya mampu
menatapnya yang masih riang disana layaknya api yang sedang menari. Korek api?
Aku tak ingin sepertimu.
0 komentar:
Posting Komentar