Untuk langit yang cerah, dengarkan lah aku berkisah.
Aku punya rasa, rasa rindu yang berkepanjangan, yang telah di diagnosis oleh
dokter bahwa rasa rindu ini tak akan pernah sembuh kecuali dilampiaskan lewat
sebuah pertemuan, dengan siapa? Tentu dengannya. Jika waktu yang kulalui
bersama rindu ini bisa aku tukarkan dengan materi maka mungkin aku akan penuh
akan harta, namun tetap tak bahagia.
Apapun tentangnya terasa begitu menyilaukan. Mendekatinya
saja buat aku gemetaran. Menatap ia yang sedang tersenyum mampu buat hati jadi
tak karuan. Melihat tawa lepasnya buat tubuh ini seolah mau pingsan. Ahh… jika
membahas tentangnya aku tidak pernah tak berlebihan.
Jika aku mengingat tentangnya, bawaanku ingin
langsung merayu. Merangkai jutaan kata puitis untuk menjelaskan kepadanya
bagaimana hati ini tertarik seolah magnet. Mengingatnya dan membayangkan apapun
hal manis membuat perut seolah dipenuhi kupu-kupu. Menggelikan namun
menyenangkan.
Semakin hari rasanya aku semakin berubah. Aku tak
lagi di dunia yang nyata. Seolah terperosok ke dalam sebuah drama roman picisan
yang mengesankan. Aku dibuatnya jatuh sejatuh jatuhnya, hingga aku sulit
bangun, bahkan tak ada yang bisa menolong. Ku nikmati jatuh ini. Jatuh yang ku
beri nama jatuh hati.
Langit, menurutku dia lebih dari narkotika yang
mampu membuatku candu, lalu candu itu berubah menjadi obsesi, yang memaksaku
untuk memilikinya seutuhnya. Rasa-rasanya aku ingin selalu berada di dekatnya
walau mungkin aku akan gemetaran, mungkin hatiku jadi tak karuan hingga tubuhku
terjatuh pingsan, bagiku tak masalah asal di dekatnya.
Canduku, Obsesiku, Sayangku, tetaplah kau menjadi
sebuah titik yang selalu aku puja. Tetaplah kau menjadi alasanku untuk
merangkai diksi menjadi sebuah surat cinta yang isinya hanya tentangmu. Kau
adalah sesuatu yang selalu aku semogakan.
Dari Aku si perusak kata
Di saat angin menerpa kulit
Kamis, 04 Februari 2016
0 komentar:
Posting Komentar