Untuk kau yang tidak pernah tahu atau tidak mau
tahu, terima kasih telah mengajariku menggunakan pena untuk menulis aksara
penuh diksi-diksi, kata mereka ini manis, menurutku ini tragis, terlebih bila
tak akan pernah ada gunanya untukmu.
Di luar kamar, air hujan menitik. Kemudian ia
mengeluarkan aroma tanah yang basah. Di sini, air mata menitik, lalu mengeluarkan
aroma hati yang patah. Aku berusaha tenang walau hati meraucau sebabmu. Otakku
memaksa untuk lupa tapi hatiku tak pernah ingin lupa. Hatiku bilang menunggu
itu romantis, kemudian otak berteriak bahwa menunggu hanya akan berakhir
tragis.
Ketika lisanku diam seribu bahasa, bukan berarti aku
tak peduli akan rasa. Ribuan aksara tercipta oleh ku dengan kau sebagai pemeran
utamanya. Jangan pikir aku suka puisi, jangan anggap aku pintar merangkai
diksi, ini tercipta sebabmu saja. Jadi lah aku sang penulis yang selalu ingin
menulis tentangmu walau kau mungkin tak pernah membaca.
Kau buat aku bermetamorfosis, mengubah tubuhku
menjadi kata-kata, lalu pikiranku yang kau penuhi dengan belantara metafora,
oksigenku kau ganti dengan diksi, kemudian kau berubah menjadi kalimat-kalimat
yang aku ceritakan setiap hari. Ku harap seluruh kalimat ini mampu mendekap
sehangat pelukan yang panjang.
Sudah berjuta akrasa aku persembahkan untukmu. Entah
ada berapa banyak bagian kalimat yang disebabkan olehmu. Apalagi yang akan aku
tulis tentang rasa ini? Jawabannya hanya tentang rasa padamu lagi dan lagi. Jangan
kau tanya bagaimana rasanya, aku tak bisa mengungkapkan apapun. Aku bisu akan
rasa, ku harap kau tak buta tentang rasa, atau setidaknya jangan buta aksara,
agar kau mampu baca rasaku lewat setiap kalimat yang ku rangkai, karena kau
tahu aku bisu jika kau suruh mengungkapkannya.
Ku mohon jangan buta, karena aksara tak bisa di
raba, dan aku tak mampu bicara jika itu tentang rasa. Ku mohon lihatlah dengan
matamu, buat rasamu juga bekerja. Jangan biarkan hatiku jatuh sejengkal lebih
dalam dari samudra sementara hatimu tidak, maafkan keegoisanku, tapi aku tak
kuat memiliki rasa satu arah.
Dari aku si perusak kata
Di kala langit sedang mendung
Rabu, 03 Februari 2016
8 komentar:
*plesbek* *teringat mantan* *nangis dipojokan* *nyari colokan*
Tiaraa???
Hahahahaha
Ini lelaki yang sama dengan yang di judul Rasa dipenghujung desember????
Dari hati bangat, dik!
Seketika galau ...
HUANJERRR keren
dia galau 😂
Ciyeeee kakak teringat mantan terindah hahaha
Kok tau sih mas uda? Sebenernya semua sama sih orangnya hahaha
Kak ijat bisa galau juga yaaah 😏
Huehehe~ chong xue li ngga galau? 😋
Posting Komentar